
- Jepang Sudah Rancang 6G
- Pencurian source code PHP berkedok Hosting Gratis
- Jaringan XL Tak Bisa Diakses Lagi di Kereta MRT
- Google Chrome Versi Terbaru Lebih Hemat Memori
- Kominfo Gelar Ulang Lelang Frekuensi 2,3 Ghz
- 5G Rilis di RI Pengguna Smartphone Siap-siap Lakukan Ini
- Ini Deretan TV Baru Samsung yang Siap Meluncur 2021
- WA dan FB Terancam Kena Blokir Kominfo
- Microsoft Umumkan Office 2021
- Google Meet Siapkan Fitur-fitur Baru untuk Mendukung Kegiatan Belajar
Hacker Penyerang Sony dan Steam Dipenjara 2 Tahun
Hacker Penyerang Sony dan Steam Dipenjara 2 Tahun
Berita Terkait
- Samsung Perkenalkan Tablet Galaxy Tab A (8.0) 20190
- Telkomsel Unggul di Kecepatan, Smartfren Pimpin Ketersediaan 4G0
- Cara Menghapus Riwayat Internet dan Lokasi di Google Secara Otomatis0
- Aturan Blokir Ponsel Black Market Akan Disahkan Bulan Depan0
- Kecepatan Internet Operator Seluler di Indonesia0
- Redmi K20 Pro \"Avengers\" Resmi Meluncur0
- Xiaomi Rilis Sensor dan Kamera Pintar untuk \"Smart Home\" di Indonesia0
- Kartu Grafis Nvidia GeForce RTX Super Meluncur dalam 3 Varian0
- Samsung bakal hadirkan teknologi kamera ToF di Galaxy Note 100
- Korut Hanya Memiliki 28 Website0
Berita Populer
- Samsung Perkenalkan Tablet Galaxy Tab A (8.0) 2019
- Redmi K20 Pro \"Avengers\" Resmi Meluncur
- Xiaomi Rilis Sensor dan Kamera Pintar untuk \"Smart Home\" di Indonesia
- Cara Mengetahui WhatsApp, Instagram, Facebook, dan YouTube Sedang \"Error\"
- Hacker Penyerang Sony dan Steam Dipenjara 2 Tahun
- Aturan Blokir Ponsel Black Market Akan Disahkan Bulan Depan
- Kecepatan Internet Operator Seluler di Indonesia
- Cara Menghapus Riwayat Internet dan Lokasi di Google Secara Otomatis
- Apple Rilis iOS 12.4.2 untuk iPhone dan iPad Jadul
- Telkomsel Unggul di Kecepatan, Smartfren Pimpin Ketersediaan 4G

Keterangan Gambar : Hacker Penyerang Sony dan Steam Dipenjara 2 Tahun
Pada musim liburan Natal 2013, Austin Thompson, seorang peretas yang dikenal lewat alias “DerpTrolling”, melancarkan serangan Distributed Denial of Service ( DDoS) terhadap server sejumlah layanan game, termasuk Sony, Steam, EA, hingga DotA 2.
Pekan lalu, pria 23 tahun asal Utah, Amerika Serikat itu akhirnya divonis hukuman penjara selama 27 bulan atau lebih dari 2 tahun oleh pengadilan federal di AS.
Dia juga diperintahkan membayar ganti rugi 95.000 dollar AS (Rp 1,3 miliar) kepada salah satu korbannya, Daybreak Games, yang ketika waktu kejadian dimiliki oleh Sony.
“DDoS tiap tahun menimbulkan kerugian jutaan dollar AS kepada pebisnis dan individual. Kami berkomitmen menghukum hacker yang sengaja mengganggu akses internet,” ujar jaksa AS dalam kasus Thompson, Robert Brewer.
Serangan Thompson yang dimaksudkan untuk mengganggu para pemain game di musim liburan 2013-2014 sempat membuat sejumlah server perusahaan game bertumbangan. Gangguan gara-gara serangannya berlangsung antara hitungan jam hingga berhari-hari.
Usai menumbangkan sebuah layanan, Thompson yang saat itu berusia 18 tahun pamer screenshot di akun Twitter @DerpTrolling, sekaligus mengumumkan nama layanan game berikut yang menjadi incarannya.
Jelas saja ulah Thompson membuat kesal banyak orang, termasuk hacker lain yang membeberkan informasi pribadinya (doxing).
Gara-gara itu, tahun 2014 Thompson dilaporkan telah dibekuk oleh kepolisian New York. Kabar berikutnya muncul pada November 2018, ketika Thompson mengaku bersalah.
Tindakan Thompson rupanya menginspirasi sejumlah kelompok hacker untuk melakukan aksi serupa, yakni melancarkan serangan saat liburan Natal untuk sengaja mengganggu para pemain game.
Dirangkum Op Media dari The Register, Minggu (7/7/2019), kejahatan Thompson sebenarnya bukan “hacking” dalam artian membobol sistem komputer, tapi membanjiri server sasaran dengan sejumlah besar trafik yang bisa disewa.
Serangan Thompson bisa sukses karena para penyedia layanan-layanan internet belum memiliki pertahanan mumpuni terhadap DDoS pada tahun 2013. Di pasar gelap internet ada sejumlah pihak yang menawarkan jasa serangan DDoS dengan bayaran tertentu.
Tren serangan DDoS di musim liburan yang dipicu oleh Thompson ini membuat Biro Investigasi Federal AS (FBI) ikut bertindak.
Akhir tahun lalu, FBI bersama institusi penegak hukum di Inggris dan Belanda memberangus domain milik 15 penyedia layanan DDoS untuk mencegah berulangnya serangan serupa.
